Aside

BAB I

PENDAHULUAN

 

Sesungguhnya hati yang keras merupakan masalah yang akan membawa akibat sangat berbahaya, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Sungguh, selama ini kita telah meninggalkan jalan (manhaj) Alllah SWT dalam hidup ini bahkan kita malah mengikuti jalan setan, setan setan itu kemudian menghiasi pandangan kita akan keindahan dunia. Akibatnya , kita lalu melakukan beragam kemaksiatan tanpa peduli, sehingga kehidupan kita menjadi seperti jahiliah atau hampi hampir jahiliah.

Perbuatan tersebut terjadi karena kegagalan dalam mengelola qolbu sebagai landasan dalam kehidupan. Imam al ghazali pernah menyatakan bahwa hati (qollbu) itu seperti cermin. Jika seseorang hatinya bersih atau sehat dari kemaksiatan maka hampir bias dipastikan bahwa perbuatannya yang muncul juga akan baik. Jadi titik sentral perbuatan manusia sesungguhnya terletak pada hati. Di dalam ungkapan tersebut terdapat nasehat yang dapat menjadi obat penawar bagi yang sakit, menghapus dahaga, menghancurkan kepalsuan, menghilangkan syubhat, menyelamatkan orang yang tenggelam, menyinari jalan, dan membuat hati menjadi nyaman. Orang yang beruntung adalah yang mampu mengambil nasihat dari orang lain, sedangkan orang yang celaka adalah yang dirinya menjadi nasihat bagi orang lain. Kami memohon kepada Allah agar terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa, dan semoga kita diberikan taubat dan ampuna, jika kita terlanjur berbuat dosa. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa hamba hambanya.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Pengertian Manajemen Qolbu

 

Sebenarnya tidak ada perbedaan antara Manajemen Qalbu dengan metode dakwah islam lainnya, di dalamnya pun tidak ada yang baru, semua merupakan penjabaran ajaran islam. Hanya pembahasannya lebih diperdalam, dibeberkan dengan cara yang actual dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti pembelajaranya sendiri ada pada qolbu.

 

  1. Tujuan Manajemen Qolbu

 

Dalam diri manusia yang terpenting ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya fisik menjadi benar, disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya menjadi cerdas belum tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai untuk berbuat kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya dijalan yag benar.

Qolbu mempunyai potensi yang negatif dan potensi yang positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yag baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.

Dapat dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak berpotensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk. Kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bias dilakukan. Kita bias kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah gerakan bela diri dengan sempurna, pukulannya semakin akurat, tapi itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola denga baik. Karena semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak dikelola dengan baik. Begitulah, hati menentukan nilai: mulia atau hina. Jangan aneh jika ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya, bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh hatinya.

Orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih, kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuaannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, keteganga berkurang, dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian. Intinya hidup ini tergantung pada suasana hati, barang siapa yang bias memanage (mengelola) hati, niscaya hidup akan luar biasa nikmatnya, luar biasa bahagianya, dan luar biasa mulianya. Tidak hanya di dunia ini, tetapi juga di akhirat kelak.

 

  1. Fungsi Qalbu

 

Dalam pandangan tasawuf hati (qalbu) mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting antara lain:

  1. Sebagai alat untuk menemukan penghayatan ma’rifah kepada Allah, kepada karena dengan hati manusia bisa menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.
  2. Hati berfungsi untuk beramal hanya kepada Allah, sedangkan anggota badan lainnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh hati. Karena itu hati ibarat raja dan anggota badan lainnya merupakan pelayannya.
  3. Hati pula yang taat pada Allah, adapun gerak ibadah semua anggota badan adalah pancaran hatinya. Bila manusia dapat mengenalinya pasti akan dapat mengenali dirinya, hal ini akan menyebabkan ia dapat kenal (ma’rifah) akan Tuhannya dan juga sebaliknya.

Fungsi qalbu dalam pendangan tasawuf ini lebih identik sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Allah, hal ini tampak dari inti ketiga fungsi yang dikemukakan di atas bahwa qalbu sebagai sarana untuk ma’rifah kepada Tuhannya. Dr. Baharuddin menyebutkan sedikitnya alqalb mempunyai tiga fungsi antara lain:

  1. Fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta; seperti berfikir (‘aql(عقل)), memahami (fiqih ( فقه )), mengetaui (ilmu ( علم )), memperhatikan (dabr (ربى )), mengingat (dzikir ( ذكر )), dan melupakan (ghulf (غلف))
  2. Fungsi emosi yang menimbulkan dara rasa; seperti tenang (thuma’ninah ( طمانينة )), jinak atau sayang (ulfah ( الفة )), santun dan penuh kasih sayang (ra’fah wa rahmah ( رافة ورحمة )), tunduk dan getar (wajilat ( وجلت ), mengikat (ghil ( غل )), berpaling (zaigh ( زيغ )), panas (ghaliz ( غليظ )), sombong (hammiyah ( ھمية )), kesal (isyma’azza (اشمعز))
  3. Fungsi konasi yang menilbulkan daya karsa seperti berusaha (kash (كسب)).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa daya qalbu mampu mencapai tingkat supra kesadaran, qalbu mampu mengantarkan manusia pada tingkat intelektual (insuicit), moralitas, spiritualitas, keagamaan dan ketuhanan.

 

  1. Stasiun Qalbu

Istilah stasiun dalam kamus populer diartikan ‘pangkalan’. Sedangkan yang dimaksud stasiun qalbu di sini adalah posisi qalbu itu sendiri. Menurut at-Tirmidzi, seperti yang dikutip oleh Robert Frages, hati memiliki empat stasiun yaitu, dada, hati, hati lebih dalam dan lubuk hati terdalam. Keempat statiun ini saling tersusun bagaikan sekumpulan lingkaran. Dada (shadr) adalah lingkaran terluarnya, hati (qalb) dan hati lebih dalam (fu’ad) berada pada kedua lingkaran tengah, sedangkan inti dari hati (lubb) terletak di pusat lingkaran.40 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa posisi lubb berada di dalam fu’ad, fu’ad berada di dalam qalb dan qalb berada di dalam shadr. Keempat stasiun tersebut dapat diilustrasikan kata ‘Tanah Haram’, yang memuat shekitar Makkah, Makkah itu sendiri, Masjidil Haram dan lubb dapat diibaratkan Ka’bah. Keempat stasiun ini saling bersusun bagaikan sekumpulan lingkaran.

Ka’bah posisi sadr dapat diibaratkan seperti daerah sekitar Makkah. Posisi qalb dapat diibaratkan Makakh itu sendiri. Fu’ad dapat diibaratkanMasjidil Haram, dan lubb dapat diibaratkan Ka’bah. Keempat stasiun ini saling bersusun bagaikan sekumpulan lingkaran. Lingkaran Tiap stasiun juga dikaitkan dengan tingkat spiritual yang berbedabeda, tingkat pengetahuan dan pemahaman yang berbeda.

 

  1. Dada (Shadr)

Dalam bahasa Arab adalah shadr, yang juga berarti ‘hati dan akal’. Sebagai kata kerja sh, d, r, berarti pergi, memimpin dan juga melawan atau menentang. Karena terletak di antara hati dan diri rendah (hawa nafsu), shadr dapat juga diistilahkan hati terluar, shadr tempat bertemunya hati dan diri rendah, serta mencegah agar satu pihak tidak melanggar pihak lainnya. Dada memimpin interaksi dengan dunia. Di dalamnya menentang dorongan-dorongan negatif diri rendah. Disebut shadr, karena merupakan permulaan hati dan maqamnya yang pertama. Ia merupakan tempat nur Islam, disamping tempat masuknya was-was dan bahaya, tempat masuknya kedengkian, syahwat, harapan, kebutuhan, tempat merajalelanya ilmu-ilmu normatif dan historis serta segala ilmu yang didapat secara verbal.

Menurut at-Tirmidzi yang dikutip oleh Abdul Muhaya, shadr berfungsi sebagai sumber dari cahaya Islam (nur al-Islam). Penggunaan kata Islam di sini dalam artian yang sangat spesifik, yaitu sikap ketundukan yang diekspresikan dalam bentuk fisik seperti shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya.

Sedangkan pengaruh was-was yang masuk ke dalam shadr, tergantung pada kecenderungannya untuk mengarahkan pada jiwa rendah atau kepada cahaya Illahi menuju kebenaran. Selama shadr tersebut mampu mengarahkan dirinya pada pertolongan Allah baik dalam keadaan susah maupun senang, maka Allah akan menghilangkan segala godaan dan rasa was-was tersebut, seprti yang terkandung dalam surat al-A’raf ayat 2:

لِلْمُؤْمِنِينَوَذِكْرَى لِتُنْذِرَ بِهِ لِتُنْذِرَ مِنْهُ حَرَجٌ صَدْرِكَ يفِيَكُنْ فَلا إِلَيْكَ أُنْزِلَ كِتَابٌ

“Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu member peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al-A’raf: 2)

Pada umumnya, kesempitan dada seseorang disebabkan oleh kebodohan dan kemarahannya. Kesempitan dan kelapangan yang dirasakannya tidak terbatas tergantung pengetahuan yang dimiliki serta petunjuk dari Allah.

Seperti disebutkan sebelumnya, dada dalam bahasa Arab juga semakna dengan kata akal, yakni tempat seluruh pengetahuan yang dapat dipelajari dengan dikaji, dihafalkan, dan usaha individual, serta dapat didiskusikan, ditulis, atau diajarkan kepada orang lain. pengetahuan ini disebut pengetahuan luar. Disamping itu, bentuk pengetahuan lainnya yang masuk ke dada dari dalam, yakni dari hati yaitu pengetahuan batiniyah. Pengetahuan ini lebih mudah menetap di dalam dada, ia mencakup kelembutan kearifan batiniyah dan petunjuk Illahi.

 

  1. Hati (Qalb)

Maqam kedua adalah qalb. Disebut qalb karena mudahnya bolak- balik. Qalb merupakan tempat cahaya iman, cahaya akal, taqwa, cinta, ridha, yakin, takut, harapan, sabar, qana’ah, sebagai sumber pengetahuan, pusat perenungan dan merupakan sumber keyakinan.

Dari segi keilmuan, at-Tirmidzi menjelaskan, bahwa qalb merupakan tempat ilmu batin sedangkan shadr merupakan tempat ilmu lahir. Akan tetapi kedua ilmu ini saling melengkapi, yang pertama menjelaskan, hakikatnya. Sedang yang kedua menjelaskan ilmu syari’ah (aspek formal agama) yang merupakan hujjah Allah atas makhluk-Nya. Di samping itu, at-Tirmidzi juga menjelaskan bahwa shadr merupakan tempat ilmu logika sedangkan qalb merupakan tempat ilmu hikmah.

 

  1. Intisari hati (fu’ad)

Kata fu’ad berasal dari kata faedah yang berarti manfaat, karena fu’ad memperlihatkan manfaat dari cinta Allah.50 Fu’ad merupakan cahaya ma’rifah (nur al-ma’rifah) yang berfungsi untuk mengetahui realitas. Fu’ad juga bisa disebut tempat ru’yah (melihat), Allah berfirman:

(١١) مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى   

“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya”. (QS. An-Najm: 11)

Oleh karena itu, apabila fu’ad merupakan tempat ar-ru’yah, maka qalb merupakan tempat ilmu. Jika antara ilmu dan ru’yah itu menyatu, maka orang yang demikian akan melihat sesuatu yang ghaib itu menjadi kenyataan.

Fu’ad merupakan posisi ketiga dari beberapa posisi hati dan merupakan instrumen penyempurna bagi manusia. Fuad merupakan tempat penglihatan batin dan inti cahaya ma’rifah.54 Kaum sufi menempatkan fu’ad pada derajat yang lebih tinggi dari pada qalb, karena ketika seseorang mampu mengambil manfaat dari sesuatu, maka fu’ad-nya yang melakukan pertama kali baru kemudian hatinya. Mereka mengibarkan fu’ad seperti kornea mata pada hitam mata.

 

  1. Lubuk Hati terdalam (lubb)

Maqam puncak dari hati adalah lubb. Secara etimologis lubb terdiri dari huruf lam dan double ba’. Lam merupakan bagian dari luthf (yang berarti kelembutan), sedangkan ha’ yang pertama berasal dari kata al-birr (berarti kebaktian), dan ba’ yang kedua berasal dari kata al-baqa (yang berarti kelanggengan). Dalam bahasa Arab, istilah lubb bermakna inti dan pemahaman batiniyah yang merupakan dasar hakiki agama.56 Lubb merupakan tempat cahaya tauhid (nur at-tauhid). Cahaya tauhid ini merupakan basis dari ketiga cahaya sebelumnya dan lubuk hati terdalm (lubb)yang menerima rahmat Allah. Mengenai posisi lubb seperti yang diterangkan kaum sufi, diilustrasikan sebagai berikut “Perumpamaan lubb dan fu’ad adalah seperti cahaya penglihatan di dalam mata, atau seperti cahaya lampu sumbu di dalam lampu.

Dari beberapa stasiun hati tersebut, dapat disimpulkan bahwa shadr merupakan tempat cahaya Islam, qalb tempat cahaya iman, fu’ad tempat cahaya ma’rifah dan lubb tempat cahaya tauhid. Menurut kaum sufi, pembagian instrumen penyempurna bagi manusia yang disebutnya hati beberapa tingkatan adalah pembagian yang bercorak simbolik atau anlogis. Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa maqam terdalam yang terdapat dalam hati adalah lubb sehingga ketika seseorang telah mencapai maqam ini, maka akan memliki cahaya tauhid dari Allah.

 

  1. Penggolongan Hati Manusia.

Sesungguhnya ma’rifat (mengenal) kepada Allah hanya dapat dilakukan dengan hati (qalbu), bukan dengan anggota tubuh yang lain. Qalbu yang menggerakkan diri untuk mendekat kepada Allah, bekerja karena-Nya, berjalan menuju-Nya. Bahkan hanya dengan qalbu, manusia mampu menyingkap apa-apa yang disisi Allah dan yang ada pada-Nya. Qalbu merupakan sebuah medan peperangan antara tentara ruh dan tentara nafs (hawa). Jika qalbu jatuh dalam mengendalikan nafs dan sifat-sifatnya, maka qalbu akan menjadi mati dan akan didominasi oleh kejatahan, akan tetapi sebaliknya jika qalbu terisi dengan sifat-sifat spiritual dan kemanusiaan, maka qalbu akan hidup dan akan timbul kebaikan di dalamnya, dan seseorang yang memiliki hati yang demikian disebut shahih al-qalb. Dan ada juga qalbu terombang-ambing antara wilayah nafs (hawa) dan ruh akan tetapi, lebih cenderung ke nafs maka qalbu yang seperti ini akan terkena penyakit dan tidak sampai mematikan karena masih dapat diobati. Jika ingin menyembuhkan penyakit hati ini maka harus menghindari maksiat. Ditinjau dari segi hidup-matinya hati, Dr. Ahmad Faridh dalam kitabnya, Tazkiyat an-Nufus kitab yang berisi pemikiran Imam Ibnu Rajab al-Hambali, Al-Hafidz Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, dan Imam al-Ghazali membagi hati manusia kedalam tiga karakter yaitu:

  1. Hati yang sakit (Qolbun Maridh).

Orang yang menderita Qolbun Maridh aka sulit menilai secara jujur apa pun yang nampak di depannya. Melihat orang yang sukses timbul iri dengki; mendapati kawan memperoleh karunia rezeki, timbul resah dan benci. Bila sudah di temukan, ia akan merasa puas dan gembira. Ibarat menemukan barang berharga, ia kemudian menyebarkan aib dan kekurangan itu kepada siapa saja. Ini semua dilakukan agar kelebihan yang ia temukan pada orang tersebut akan tenggelam. Na’udzubillah.
Adapun ciri lainnya dari hati yang sakit adalah, cenderung menyukai makanan rohani yang akan memberinya madharat. Sebaliknya, ia enggan mendengar dan menerima santapan rohani yang bermanfaat. Walhasil, hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit.

  1. Hati yang mati (Qolbun Mayyit).

Hati yang mati tak ubahnya seperti jasad yang tidak bernyawa. Kendati dicubit, dipuku bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa apa. Bagi orang yang hatinya sudah mati, saat melakukan perbuatan baik atau buruk, dirasakannya sebagai hal yang biasa biasa saja; tidak memiliki nilai sama sekali, kalaupun ia berbuat kebaikan sekecil apapun, itu hanya akan membangkitkan rasa bangga diri, rindu pujian serta penuh ujub dan takabur. Dengan demikian, hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya. Hati yang seperti ini menurut Dr. Ahmad Faridh dalam bukunya Tazkiyat an Nufus, senantiasa berada dan berjalan bersama hawa nafsunya, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah Azza wa Jalla.

 

  1. Hati yang sehat (Qolbun Shahih).

Seseorang yang memiliki hati yang sehat, tak ubahnya dengan memiliki tubuh yang sehat, ia akan berfungsi optimal, ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar benar sudah melewati perhitungan yang jitu, berdasarka hati nurani yang bersih.
Diantara ciri orang yang hatinya sehat adalah hidupnya diselimuti mahabbah (kecintaan) dan tawakal kepada Allah. Tidak usah heran manakala mencintai sesuatu, maka cintanya semata mata karena Allah, dengan begitu ia tidak akan berlebihan mencintai makhluk.

 

  1. Penyebab Hati Menjadi Keras.

 

Ada banyak sebab yang menyebabkan hati ini menjadi keras, antara lain adalah:

  1. Melupakan kematian, sakaratul maut, alam kubur, siksa dan nikmat kubur. Padahal alam kubur adalah tempat ahir yang pertama kali.
  2. Terlalu mencintai dunia dan tenggelam di dalamnya, serta menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya.
  3. Lupa dari dzikrullah (mengingat Allah) dan lupa membaca kitabnya. Kalaupun mebacanya, seolah olah ia hanya membaca majalah, karena tidak pernah memikirkan dan merenungkan janji janji, ancaman, berita dan pelajaran yang ada didalamnya.
  4. Suka bergaul atau duduk dengan orang yang banyak bergurau dan tertawa, padahal sebagian mereka kadang banyak berdusta dalam berbicara.
  5. Terlalu banyak dosa dan maksiat, sehingga kemaksiatan itu sudah menjadi terbiasa baginya.
  6. Ciri Hati Yang Keras

Setiap penyakit tentu ada cirinya, dan biasanya akan tampak pada manusia, ketika penyakitnya sudah sangat parah. Demikian dengan halnya hati yang keras (Qaswatu al Qalb) ini. Seseorang yang hatinya keras mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

  1. Tidak terpengaruh oleh peristiwa yang terjadi di sekitarnya, seperti kematian kauniyah (fenomena alam), keajaiban yang terjadi di depan matanya setiap saat.
  2. Rasa cintanya terhadap kenikmatan dunia semakin bertambah.
  3. Malas untuk melakukan amal kebaikan, terutama dalam hal ibadah, bahkan mungkin ia bersikap sembrono dalam melaksanakan sebagian ibadahnya.
  4. Lemahnya keinginan untuk melakukan amal shaleh, dan lemahnya keingina atau niat untuk bertaubat, hingga hal itu nyaris tidak ada di dalam dirinya.
  5. Kewajiban dan kefardhuan yang ditetapkan oleh Allah kepadanya terasa sangat berat di punggungnya, sehingga lidahnya sering kali mengatakan, “saya ingin segera selesai dari tugas tugas ini.

 

  1. Cara Mengobati Hati Yang Keras.

 

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa apabila kita berada dalam kondisi yang sakit, ini artinya kita sedang berada dalam keadaan bahaya, baik di dunia maupun akhirat. Oleh sebab itu kita perlu mengobati penyakit hati yang kronis ini, sehingga kita dapat kembali pada Islam dengan benar.
Berikut ini ada beberapa wasilah atau sarana untuk mengobati hati yang sakit sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama’ antara lain adalah:

  1. Mau mengambil pelajaran (i’tibar) dari peristiwa kematian dan hal hal yang menyusahkan ketika sudah mati. Dal hal ini Rasulullah pernah bersabda: “Perbanyaklah kalian mengingat mati (sesuatu yang dapat menghancurkan kenikmatan).” Oleh sebab itu, hendaknya kita semua sibuk untuk mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk menemuinya, sebab kematian itu adalah ahir dari tempat kehidupan dunia dan awal dari kehidupan ahirat.
  2. Menyaksikan orang sedang sakaratul maut. Sesungguhnya orang sakaratul maut itu kondisinya sangat kritis, sehingga para sahabat, tabi’in, waliyullah dan orang saleh pun merasa tersentak karena takut. Diriwayatkan dari sebagian ulama, bahwa ketika ia sedang sakaratul maut, dia di datangi oleh temen temennya, mereka melihat dirinya saat itu menangis. Maka temen temennya mengingatkan kebaikan kebaikan amaliahnya dan keagungan rahmat Allah. Dia lalu mengatakan: “Sesungguhnya saya menangis karena khawatir imanku akan hilang di saat sakaratul maut ini.”
  3. Ziarah kubur. Sesungguhnya ziarah kubur itu sangat penting bagi seorang muslim, terutama bagi orag yang hatinya keras, sebab ziarah kubur itu dapat mengingatkan kematian.
  4. Membayangkan terjadinya hari kiamat dan huru haranya. Jika ada seorang ingin kembali ke dunia dan ingin menghabiskan seluruh umurnya untuk ketaatan kepada Allah, maka katakanlah bahwa dulu ada salah seorang yang saleh, yang pernah menggali liang kubur di dekat rumahnya. Setiap kali hatinya merasa keras, maka orang tersebut masuk kedalam liang kubur tersebut, seraya membaca ayat, yang artinya: Dia berkata: “Ya Tuhan, kembalikanlah aku ke dunia, sehingga aku akan dapat berbuat baik, yang dulunya kami tinggalkan.” Hal itu sekali kali tidak ungkin. Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang di ucapkannya saja (omong kosong). Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding), sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al Mukminun: 99_100). Orang shaleh tadi lalu mengatakan dalam hatinya sendiri: Nah, ini kamu sekarang telah kembali ke dunia. Maka Perbanyaklah amal baik.
  5. Memikirkan bahwa dunia itu sekedar rumah singgah bagi orang asing dan orang yang sedang melakukan perjalanan, sedangka tempat tinggal yang hakiki adalah akhirat, surga atau di neraka.
  6. Selalu ingat Allah dengan lidah dan hatinya.
  7. Memperbanyak membaca al Qur’an.
  8. Selalu mengerjakan Shalat tepat pada waktunya.
  9. Menghadiri majlis para ulama dan pemberi nasehat.
  10. Berhati hati untuk tidak banyak bicara.
  11. Memperbanyak istighfar.
  12. Memperbanyak berdoa dan bertadharru’ (memohon sungguh sungguh dan merendahkan diri kepada Allah). Sebab doa merupakan penyambung kepada Allah.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. KESIMPULAN

 

Qalbu merupakan sebuah medan peperangan antara tentara ruh dan tentara nafs (hawa). Jika qalbu jatuh dalam mengendalikan nafs dan sifat-sifatnya, maka qalbu akan menjadi mati dan akan didominasi oleh kejatahan, akan tetapi sebaliknya jika qalbu terisi dengan sifat-sifat spiritual dan kemanusiaan, maka qalbu akan hidup dan akan timbul kebaikan di dalamnya, dan seseorang yang memiliki hati yang demikian disebut shahih al-qalb.

 

Hati manusia di bagi menjadi 3 yaitu :

  1. Hati yang sakit (Qolbun Maridh).
  2. Hati yang mati (Qolbun Mayyit).
  3. Hati yang sehat (Qolbun Shahih).

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

download

 

 

MANAJEMEN QALBU

Leave a comment